Ilustrasi
GENIAL.ID - Meskipun sebelumnya saya pernah menulis dan dimuat di surat kabar atau majalah, saya baru merasa mendapatkan ilmu menulis yang benar ketika menyusun karya tulis ilmiah pertama saya saat kuliah.

Saat itu saya diharuskan menyusun Laporan Praktek Kerja, sebagai persyaratan untuk gelar Sarjana Muda. Pembimbing saya saat itu adalah dosen senior, yang juga seorang penulis dengan seabreg karya buku seputar tema manajemen dan administrasi, Drs. Moekijat.

Waktu bagian tata usaha menempelkan nama-nama mahasiswa berikut dosen pembimbing praktek lapangan di papan pengumuman kampus, teman-teman saya banyak yang meledek, ketika tahu saya bakal dibimbing oleh "Si Mbah", julukan lain yang diterakan pada Drs.Moekijat, saking sepuhnya beliau.

Mereka terbahak-bahak membayangkan bakal "menderitanya" saya dalam proses bimbingan nanti. Sebab mendengar cerita dari para senior yang sudah merasakan betapa disiplin dan ketatnya bimbingan dengan beliau.

Pak Muki, demikian panggilan akrab saya kepada beliau, dikenal sebagai pembimbing yang sangat teliti. Banyak mahasiswa bimbingan yang menjadi korban ketelitiannya. Jangankan ejaan, masalah titik koma pun tak pernah lepas dari kecermatannya. Mahasiswa bimbingan harus menyiapkan mental kalau-kalau paper-nya bakal penuh coretan koreksian, setelah ditelaah oleh beliau.

Mengetik pada tahun 90-an tidak sepraktis jaman sekarang, walaupun sudah pakai komputer. Programnya masih wordstar yang penuh dengan kode untuk pengaturan dari format font hingga lay out tulisan. Sebentuk penyiksaan tersendiri jika kita harus mengetik di situ, setelah paper kita "dibantai" dosen pembimbing sebelumnya.

**

Tentu saja saya ngeper mendengar reputasi Pak Muki. Dosen senior yang sudah mengajar sejak kampus didirikan pada era demokrasi terpimpin di negeri ini.

Mengetahui pengalaman dan menyadari portofolio bukunya yang seabreg, yang beberapa diantaranya sempat saya baca di perpustakaan, membuat kaki saya terasa berat ketika pertamakali menjejakkan kaki, di halaman rumahnya yang bergaya avant garde di kawasan Bandung lama.

Tapi memang pada dasarnya saya juga seorang pelahap buku dan pengrajin tulisan, maka berhadapan dengan Pak Muki pada pertemuan pertama yang awalnya dipenuhi kecanggungan itu, segera berubah menjadi diskusi hangat seputar minat literasi. Urusan Laporan Praktek Kerja seolah jadi sekadar sisipan, bukan yang utama.

Saya malah merasa seperti murid yang sedang bertandang ke padepokan silat dan langsung diterima oleh guru besarnya yang sakti dan kesohor. Pertemuan awal itu segera berubah atmosfer menjadi bak latihan pertama Jackie Chan dengan gurunya, Si Kakek Raja Tuak, dalam film legendaris "Drunken Master", atau latihan awal Kwee Ceng dengan gurunya, Ang Cit Kong, pemimpin Partai Kay Pang, dalam serial kungfu klasik "Legend Of Condor Heroes".

Jurus demi jurus dan mindset baru tentang kepenulisan disampaikan oleh Pak Muki dengan lincah dan inspiratif, pada pertemuan pertama yang berlangsung dari ba'da shalat asar hingga pukul setengah sembilan malam itu.

Jurus Pak Muki pada hari itu, yang selalu saya ingat dan kerap saya gunakan hingga saat ini adalah, tentang bagaimana menentukan dan memetakan bagian demi bagian dalam karya tulis, berikut bagaimana menentukan dan meletakkan poin-poin untuk mengisi bagian-bagian artikel tersebut.

**

Menurut Pak Muki, sebuah karya tulis itu, entah ia berupa artikel populer atau ilmiah, pada intinya terdiri dari tiga bagian saja. Yaitu, bagian pendahuluan, bagian pembahasan dan bagian penutup atau kesimpulan.

Sub bab bertajuk "Drafting an outline" dari buku Writing Short Stories And Articles karya Adele Ramet, buku yang saya singgung dalam bagian pertama dari seri tulisan tentang belajar menulis ini (Membangun Atensi Pembaca Sejak Paragraf Pertama-Belajar Menulis Santuy Bag.1, dimuat di Genial.id pada 29 Januari 2021 ), beririsan dengan apa yang dikemukakan oleh Pak Muki dulu.

Ramet mengemukakan bahwa bagian pokok sebuah artikel itu terdiri dari tiga bagian juga. Bagian "Beginning", "Middle" dan "End". Saya terjemahkan secara sederhana ke dalam bahasa kita sebagai bagian "awal", "tengah" dan "akhir".

Bila dikaitkan antara pendapat Pak Muki dan Adele Ramet ini, maka saya asumsikan bagian awal dari artikel berisi pendahuluan, bagian tengah berisi pembahasan, dan bagian akhir berisi penutup atau kesimpulan.

Sebelum menulis, saya biasa membuat bagan atau urutan poin-poin yang akan saya bahas. Saya tentukan, saya pilih dan pilah, di mana saya akan meletakkan poin-poin itu, apakah di awal, tengah atau akhir tulisan.

**

Untuk lebih jelasnya, kita langsung praktek dengan contoh saja ya... Misalnya, saat saya ingin menulis artikel dengan topik "Menjadi Wirausahawan Sukses Melalui Ternak Lebah Madu di Perkotaan". Untuk topik tersebut, pada bagian  awal  saya tentukan poin-poinnya dalam bentuk kuesioner sebagai berikut :

Bagaimana potensi usaha budidaya lebah madu di perkotaan ?

Apa nama dan di mana lokasi peternakan lebah madu yang paling sukses di wilayah perkotaan ?

Siapa profil pengusaha atau pengelola dibalik kesuksesan peternakan lebah madu tersebut ?

Poin-poin dalam bagian awal  itu saya maksudkan guna menarik minat pembaca untuk menyimak lebih lanjut. Dengan poin pertama, misalnya. Saya berharap bisa menjelaskan potensi usaha dari sisi profit bagi entrepreneur, serta sisi benefit bagi umum, sehingga pembaca langsung tergiur dengan bisnis budidaya lebah madu, sejak opening artikel.

Bila bagian awal artikel memiliki sifat pendahuluan, memberikan penjelasan awal dan bertujuan mendorong kegairahan pembaca, maka pada bagian tengah , masuklah kita pada pembahasan topik yang lebih terfokus serta mendalam.  Dengan poin-poin pembahasan yang agak banyak, seperti :

Bagaimana awal mula peternak lebah madu tertarik membudidayakannya di perkotaan ?

Adakah mentor yang memperkenalkan hingga membimbingnya dalam budidaya tersebut ? Bahas secara singkat sosok mentor itu.

Apa skill yang dibutuhkan untuk menjadi peternak lebah madu yang sukses berdasarkan pengalaman sang pengusaha ?

Apa atau berapa modal awal yang dibutuhkan untuk memulai budidaya ternak lebah di wilayah kota ?

Berapa jumlah SDM yang dibutuhkan serta apa kriterianya yang bisa dipercaya dalam proses budidaya ?

Apa saja sarana dan prasarana atau alat dan bahan yang dibutuhkan dalam budidaya lebah madu di perkotaan ?

Apa potensi masalah dan resiko bisnis yang pernah dihadapi dan bagaimana penanganannya ?

Poin-poin pada bagian tengah ini biasanya lebih banyak dari poin-poin pada bagian  awal dan akhir. Selain memang harus detil dan padat informasi, bagian tengah  inilah jantung dari artikel kita. Yang ibarat jantung, fungsinya menyalurkan seluruh informasi yang diketahui penulis, untuk kemudian menjadi sebuah pengetahuan yang mencerahkan pembaca.

Bagian akhir  sendiri berisi kesimpulan dan beberapa informasi penutup, yang meskipun diupayakan ringan untuk dicerna, namun tetap harus mengandung petunjuk penting, supaya pembaca tergerak melakukan apa yang kita bahas di dalam artikel. Poin-poin pada bagian akhir dari topik yang saya contohkan terdiri dari poin-poin sebagai berikut :

Apa kiat dan testimoni dari pengusaha budidaya lebah madu agar pembaca bersemangat dan berani untuk memulai usaha di bidang ini ?

Di mana saja lokasi yang bisa dikunjungi pembaca jika ingin belajar secara langsung dan praktikal berkenaan dengan budidaya lebah madu ?

Apa saja situs, channel video, dan sumber belajar lainnya, yang bisa diakses bagi pembaca yang berminat untuk belajar secara mandiri ?

Untuk mendapatkan rancangan dan poin-poin yang akurat guna mengisi bagian awal, tengah, dan akhir  di atas, sebelumnya saya melakukan riset sederhana, dengan membaca majalah sekitar topik yang akan digarap, memanfaatkan search engines di internet, atau menyimak beberapa video sesuai tema yang bertebaran di youtube atau vimeo.

Bila perlu, mengontak narasumber atau pihak-pihak yang punya keterkaitan dengan topik yang akan ditulis. Bisa mengobrol lewat fasilitas video call atau saling bertukar pesan pada aplikasi whatsapp. Dan kalau ada ongkos, berkunjung langsung ke lokasi narasumber atau lokasi yang akan kita bahas dalam artikel.

**

Begitulah kira-kira pelajaran yang saya dapat dari pengalaman belajar kepada almarhum guru tercinta, Pak Muki, maupun pengalaman belajar mandiri melalui buku yang ditulis Adele Ramet, berkenaan dengan bagaimana mengisi awal, tengah dan akhir sebuah karya tulis.  

Sebagai penutup, saya coba merangkum beberapa poin penting dari perjumpaan kita kali ini, yaitu :

Pada umumnya, sebuah karya tulis atau artikel itu terdiri dari 3 bagian saja, yaitu "AWAL", "TENGAH", dan "AKHIR".

Bagian AWAL artikel memiliki sifat pendahuluan, memberikan penjelasan awal dan bertujuan mendorong kegairahan pembaca untuk menyimak lebih lanjut.

Bagian TENGAH memuat pembahasan topik yang lebih terfokus serta mendalam. Poin-poin pada bagian TENGAH ini biasanya lebih banyak dari poin-poin pada bagian AWAL dan AKHIR. Harus detil dan padat informasi, fungsinya menyalurkan seluruh informasi yang diketahui penulis, untuk kemudian menjadi sebuah pengetahuan yang mencerahkan pembaca.

Bagian AKHIR berisi kesimpulan dan beberapa informasi penutup, yang meskipun diupayakan ringan untuk dicerna, namun tetap harus mengandung petunjuk penting, supaya pembaca tergerak melakukan apa yang kita bahas di dalam artikel.

Semoga bermanfaat dan bisa memudahkan proses anda yang berminat menulis atau bahkan sedang asyik menulis artikel. Sampai jumpa pada bagian ke 3 dari seri "Belajar Menulis Santuy". Salam literasi ! [**]

** Oleh:  A Eddy Adriansyah
Penulis adalah pembelajar dan keluarga besar Pesantren PERSIS 110 Manba'ul Huda. Tinggal di Portsmouth, Inggris.

You may also like